"Hei, Evi, apa yang kau lakukan!" bisik Vika setengah berteriak.
"Hei, ternyata ini hanya kain putih yang tersangkut di pohon," kata Evi sambil tertawa.
Kemudian Vika dan Sheril mendekati Evi.
"Atau, ini sengaja disangkutin," lanjut Evi dengan nada yang misterius.
"Buat nakut-nakutin kita?" tanya Sheril. Evi mengangguk.
"Kurang kerjaan banget orang itu. Iseng banget, sih!" gerutu Vika.
"Eh, tunggu dulu. Kalau gitu berarti ada orang lain yang di sini selain kita berempat, donk," lanjut
Vika.
Evi mengangguk serius, "ya, makanya aku bilang ada yang gak beres di pulau ini. Dan kita harus
cari tahu."
"Eh, tapi sebelumnya kita cari buah dulu, donk. Laper," kata Sheril sambil memegang perutnya.
Setelah mereka mendapat beberapa buah-buahan untuk dimakan, mereka kembali ke tempat api
unggun. Sesampai di sana, Dika menghampiri mereka dengan napas tersengal-sengal.
"Eh, tau gak, tadi aku nemuin perahu" katanya terengah-engah.
"Hah? Dimana, Dik?" tanya Vika.
"Tuh di semak-semak," katanya sambil menunjuk ke arah yang tak jelas.
"Em, sebaiknya kamu antarin kami ke sana, deh," kata Evi tak sabar. Akhirnya Dika mengantar
mereka ke tempat perahu itu.
"Loh, perasaan pas pertama kali kita sampai di pulau ini, perahu ini belum ada, kan?" tanya Vika.
"Sudah kuduga. Berarti memang ada orang lain selain kita berempat di pulau ini. Dan orang itu
berarti tahu donk kalau kita ada di sini," kata Evi dengan nada yang serius.
"Orang yang tahu kita ada di sini... Maksudmu penjaga pantai itu?" tanya Vika.
"Hah? Masa sih? Dia aja yang larang kita ke sini. Lagipula, mungkin aja itu adalah seseorang yang
iseng ke pulau ini, pengen tahu kayak kau," Dika melirik Evi pada kalimat terakhirnya.
"Kalaupun dia mempunyai tujuan yang sama dengan aku, kenapa dia harus ngerjain kita?" balas Evi
tidak senang.
"Hah? Dia ngerjain kalian?"
"Iya. Tadi ada kain putih dengan sedikit bercak merah yang digantung di ranting pohon. Kalau bukan
kerjaan orang itu, siapa lagi?" kata Evi.
"Mmm.. siapa tahu orang itu kira kita musuhnya. Atau dia orangnya memang iseng, kali,"
"Ok-lah, tapi kenapa harus pake nyembunyiin perahu segala?" balas Evi tidak mau kalah.
"Mungkin takut perahunya hilang... dibawa hanyut air laut, kan?"
"Yah, kenapa harus di semak-semak? Karena biar tidak ketahuan, kan? Tidak ketahuan sama siapa?
Kita, kan? Berarti orang itu sebelumnya sudah tahu kalau kita ada di sini, kan?"
"Eh.. eh.. kok kalian malah debat, sih?" potong Vika.
"Sudahlah, berarti kita bisa pulang kan? Naik perahu ini," kata Sheril.
"Tidak bisa. Kita harus menyelidiki semua ini dulu," kata Evi tegas. Sheril langsung memasang
muka cemberut.
"Tapi ini kesempatan yang bagus, Vi. Ya kan, Vik?" bujuk Dika kemudian melirik Vika.
"Hah? Mm.. tapi sebaiknya kita memang harus menyelidikinya,"
"Loh, kamu gak pengen berada di pulau serem ini terus, kan?" tanya Sheril.
"Tapi, Ril. Evi benar, memang ada yang tidak beres di pulau ini," kata Vika.
"Ah, ini kan bukan urusan kita. Mendingan kita urusin diri kita sendiri aja," kata Dika kesal.
"Oh, kalian takut, ya?" Ucap Evi.
"Hah? Siapa yang takut," kata Dika.
"Ya tuh," kata Sheril.
"Buktinya, kalian mau cepat-cepat pergi dari sini. Berarti kalian takut donk, berada di pulau ini,"
kata Evi penuh kemenangan.
"Aku gak takut, kok," kata Dika dengan suara tegas.
"Kalau gitu buktikan kalau kalian berani berpetualang di pulau ini,"
"E.. Aku-"
"Kenapa? Gak berani?"
"OK-lah. Siapa takut,"
Evi tersenyum puas.
"Eh. Buah kita mana?" tanya Vika.
"Oh ya, tadi aku jatuhkan di sekitar pantai. Yuk," ajak Evi.
Sesampai di pantai, mereka terkejut karena buah-buahannya tidak ada.
"Loh, Mana buah-buahannya?" tanya Evi.
"Mana aku tahu. Kamu yang simpan, kan," kata Dika.
"Kamu yakin kamu simpan di sini?" tanya Sheril.
"Yakin. Yakin banget deh," kata Evi.
"Jangan-jangan orang itu," gumam Vika.
"Yah, itu sudah pasti. Mungkin orang itu ada di sekitar sini. Ayo kita cari" kata Evi.
"Apa? Cari orang itu?" tanya Dika.
Seolah tidak mendengar Dika, mereka bergegas mencari si pencuri buah-buahan. Mereka berjalan
menuju ke tengah hutan dan kira-kira sudah sejam lebih.
"Vi, kita udah terlalu dalam ke hutan nih," kata Sheril cemas.
"Kita jadi tersesat, kan" gerutu Dika.
"Lihat.. " seru Evi sambil menunjuk sebuah gundukan yang tampaknya seperti sebuah kuburan.
"Ayo kita gali" ajak Evi bersemangat.
"Hah? Gali? Gali itu?" tanya Sheril hampir tidak percaya akan ajakan Evi.
"Yeah. Masing-masing ambil kayu yang cukup besar untuk menggali. Sekarang Ayo" ajak Evi.
Setelah cukup lama menggali, akhirnya mereka menemukan sesuatu yang terkubur. Ternyata itu
adalah seorang wanita. Dan wanita itu telah meninggal.
Sheril berteriak kemudian mendekap mulutnya, Dika mendekap mulutnya berusaha sekuat tenaga
untuk tidak tampak takut dan berteriak, sedangkan Evi dan Vika memekik tertahan.
"Mayat," gumam Vika tidak percaya.
Evi dan Vika berjongkok dengan hati-hati untuk mengetahui keadaan mayat tersebut.
"Sepertinya ini tidak lama dikubur. Bagian-bagian tubuhnya masih utuh," kata Evi.
"Dan sepertinya ini dikubur hidup-hidup. Lihat, tidak ada luka atau goresan apapun di tubuhnya,"
lanjut Evi.
"Mungkin pingsan dulu," timpal Vika.
"Yeah, mungkin saja. Aku tidak bisa meneliti lebih jauh lagi. Aku bukan detektif," kata Evi.
Tiba-tiba, seseorang muncul di depan mereka sambil membawa senapan. Ternyata itu adalah si
penjaga pantai. Ia mengarahkan senapannya pada mereka.
"Heh, anak-anak. Tukang ikut campur, Kalian harus memerima akibatnya karena suka ikut campur,"
katanya dengan suara yang sedikit serak.
"Kalian telah bertindak sejauh ini dan telah melihat semuanya. Tidak akan kubiarkan kalian lolos
dari tempat ini" lanjutnya.
"Sudah kuduga. Kaulah yang menyimpan misteri di pulau ini. Dan kau pasti telah membodoh-bodohi
semua orang agar tidak ke sini dengan cerita konyolmu. Tapi sayangnya, kami bukan orang bodoh
yang mudah tertipu oleh orang licik sepertimu" geram Evi.
Penjaga pantai itu tertawa keras, dan sebelum ia menembak mereka, tiba-tiba ada yang datang lagi
dari belakang mereka.
"Jangan bergerak, Kalau tidak kami tembak".
Ternyata itu adalah serombongan polisi yang mengepung si penjaga pantai dan para orang tua
mereka, kecuali Dika dan Sheril yang dijemput oleh saudara mereka karena orangtua mereka sedang
di luar kota.
"Duh, kamu kemana aja, sih? Berkeliaran di hutan begini? Mama cemas banget kamu jam segini gak
pulang-pulang," kata ibunya Evi sambil memeluknya.
Begitu juga para orang tua yang menangis terharu karena telah menemukan anak mereka masing-
masing.
"Oh, ya, Ma, kok kalian bisa tahu kami ada di sini?" tanya Evi kepada ibunya.
"Kami melihat ada sesuatu entah apa yang nyaris tenggelam di dekat pulau ini. Setelah diselidiki,
ternyata itu speedboat. Maka kami beserta para polisi langsung ke sini dan mencari kalian. Lain kali
jangan diulangi lagi, ya" kata ibunya Evi.
Evi tersenyum minta maaf. Setelah diinterograsi, ternyata penjaga pantai tersebut, Bernama Badu,
telah membunuh istrinya dengan cara menguburnya hidup-hidup. Alasannya karena sakit hati,
istrinya telah berselingkuh dan menipu hartanya.
loading...